Ada sebuah kalimat yang sering digunakan dalam bisnis keluarga. “Generasi pertama membangun, kedua menikmati, ketiga menghancurkan.” Faktanya, menurut survei Ernest Young, hanya 30% bisnis bertahan sampai generasi kedua dan 12% yang sampai generasi ketiga.
Bahkan bagi generasi kedua yang meneruskan bisnis keluarga, menjadi nahkoda bisnis tidak selalu menjadi hal mudah. Amin Hartono yang merupakan generasi kedua di CV Buana Engineering mengalaminya. Ia mengambil alih bisnis keluarga dari ayahnya di tahun 2000. CV Buana Engineering yang didirikan ayahnya di tahun 1976 berawal dari sebuah bengkel las yang lambat laun berkembang menjadi manufaktur mesin pertanian pasca panen yang berlokasi di Jember, Jawa Timur.
Amin Hartono sukses membawa transformasi bisnis di Buana Engineering sehingga tidak terhenti di tangan generasi kedua. Berikut beberapa insight bisnis untuk transformasi dan regenerasi bisnis:
Mengubah Kultur Kerja Meski Penuh Risiko
Saat Amin mengambil alih Buana Engineering, rapor bisnisnya berada di angka merah. Pesanan sepi, karyawan tinggal sedikit, manajemen berantakan, dan kepuasan pelanggan menurun. Langkah pertama Amin adalah merombak kultur kerja dan proses manufaktur.
Prinsipnya adalah kualitas tetap harus prima dengan biaya yang masuk akal. Dia juga mengubah proses produksi menjadi lebih cepat dan efisien, sambil membangun after-sales service yang kuat.
Kualitas Tetap Menjadi Kunci
Tim Buana Engineering tidak hanya memasang mesin, tetapi juga melatih operator, memantau hasil produksi konsumen, dan memberi konsultasi gratis. Meski melakukan berbagai inovasi, Amin juga menyebut kualitas mesin produksinya harus tetap kuat dan tahan lama tetap karena hal tersebut adalah identitas perusahaan.
“DNA dari zaman papa adalah kualitas sehingga mesin harus kuat. Bahkan buatan tahun 80- 90-an masih dipakai sampai sekarang. Itu tidak pernah berubah,” tambah dia.
Mengganti SDM yang Berkualitas dan Integritas
Salah satu langkah berani Amin adalah mengganti lebih dari separuh karyawan lama yang tidak mau mengikuti budaya kerja baru. Meski teknikal mereka mumpuni, integritas rendah bisa merusak kualitas dan reputasi.
Bangun Sistem KPI dan Monitoring Real-Time
Amin menerapkan sistem penggajian berbasis kinerja (pay by result) dengan reward dan punishment. Semua divisi dari produksi, quality control (QC), logistik, hingga keuangan memiliki indikator kinerja yang terukur. Data kinerja mereka juga dapat dipantau secara real-time agar setiap masalah bisa segera ditangani.
“Sistem gaji 95% berbasis kinerja. Semua divisi punya target jelas, reward dan punishment, dan dipantau real-time,” jelasnya.
Adaptif terhadap Pasar dan Kompetitor
Ketika produk impor murah dari Tiongkok membanjiri pasar, Amin tidak hanya bersaing harga. Ia mengkombinasikan 70% produksi lokal dan 30% impor, lalu menawarkan paket lengkap dengan desain, instalasi, test run, hingga pendampingan operasional.
Investasi Berkelanjutan di Riset dan Pengembangan
Amin mendorong peningkatan kualitas produk secara proaktif. Tim pengembangan produknya terus mengembangkan mesin yang lebih cepat, efisien, dan murah untuk konsumen. Ia juga memberikan garansi lima tahun untuk komponen utama.
Pahami Bisnis Pelanggan, Bukan Hanya Produk
Buana Engineering menjaga hubungan dekat dengan setiap klien. Mereka juga memahami proses bisnisnya sehingga dapat membantu menyelesaikan masalah di luar mesin, mulai dari tata letak pabrik hingga alur kerja. Dengan begitu, mereka dapat memahami kebutuhan klien bahkan terjalin kedekatan secara personal.
“Kita paham bisnis konsumen sampai detail. Kalau ada yang salah di alur kerja, bukan cuma di mesin, kita beri tahu dan bantu perbaiki,” pungkasnya.