Jakarta, 18 Maret 2024
Media sosial tidak hanya memberikan dampak baik tetapi juga dampak buruk. Salah satu dampak negatif yang sedang diteliti adalah menimbulkan efek kekhawatiran dan ketidakberdayaan terkait dengan penampilan, kesejahteraan finansial, serta status sosial ekonomi.
Istilah money dysmorphia merujuk pada distorsi terkait kondisi keuangan seseorang. Money dysmorphia dilakukan dengan membandingkan situasi keuangan kepada orang lain lalu merasa minder karena tidak mampu dan tidak kaya meskipun sebenarnya tidak begitu. Mengutip survei Credit Karma yang ditulis CNBC, kerap dialami oleh setidaknya 29% masyarakat US.
Setidaknya 43% generasi Z dan 41% generasi milenial mengaku memiliki persepsi yang salah terkait dengan kondisi keuangan mereka. Pasalnya, mereka terlalu kerap terpapar informasi yang terus-menerus dan berlebihan, membandingkan diri dan kemudian merasa tertinggal secara finansial.
"Hal ini sudah terjadi sejak lama tetapi media sosial membawanya ke tingkat baru," sebut Perencana Keuangan dari Life Planning Partners, Carolyn McClanahan dikutip CNBC.
Erin Lowry, penulis buku Broke Millenial, seperti dikutip Bloomberg memberikan pandangan mengapa generasi milenial dan Z mengalami money dysmorphia. Dua generasi tersebut mengalami pukulan telak dalam sejarah di usia muda: krisis keuangan dan pandemi COVID-19.
Generasi milenial yang lahir antara 1980-1986 telah merasakan tingginya inflasi yang menyebabkan kenaikan sejumlah kebutuhan hidup, tingginya harga rumah tinggal, serta biaya membesarkan anak. Saat pandemi COVID-19, generasi milenial juga merasakan runtuhnya mercusuar dari perusahaan besar yang mendadak memangkas jumlah pekerja. Padahal, mereka dibesarkan dengan kepercayaan bahwa bekerja di perusahaan besar adalah sebuah impian dan simbol kestabilan.
Generasi Z yang juga mulai memasuki usia kerja di tengah pandemi COVID-19, merasakan susahnya mencari lapangan pekerjaan. Mereka juga dipaksa percaya bahwa pandemi lain akan bisa terjadi di waktu mendatang. Di masa depan, akan mungkin terjadi kembali hidup dari tabungan selama berbulan-bulan.
Kekhawatiran yang terus menerus dikuatkan melalui informasi yang terus-menerus di media sosial. Apalagi bila mereka terus mengakses konten di media sosial yang memamerkan pembelian luxury brand, perjalanan mewah ke berbagai destinasi mahal, dan restoran kelas dunia. Ketakutan dan kecemasan terhadap situasi keuangannya semakin besar.
Anggapan Keliru Money Dysmorphia
Mereka yang mengalami money dysmorphia sebenarnya tidak selamanya mengalami kesulitan keuangan. Riset Credit Karma menyebutkan semakin sedikit warga US yang merasa diri mereka kaya. Hanya 14% dari responden Edelman Financial Engines menyebut mereka kaya. Padahal, separuh dari responden tersebut memiliki penghasilan USD 100 ribu/tahun. Namun, mereka menyebut dirinya hidup dari gaji ke gaji.
"Semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk mengakses media sosial, semakin merasa buruk Anda terhadap situasi keuangannya," sebut Direktur Keuangan Edelman Financial Engines, Isabel Barrow, dikutip CNBC.
Mereka yang merasa putus asa dengan tingginya situasi ekonomi dan kebutuhan hidup di masa sekarang, memilih untuk melakukan doom spending. Doom spending mengutip ChannelNewsAsia adalah membelanjakan uang untuk mengatasi stres di tengah kekhawatiran pada kondisi ekonomi yang tidak pasti dan kondisi hubungan internasional yang tidak stabil.
Ketika uang yang dimiliki tidak banyak ditengah kondisi global yang kacau, tren doom spending mengemuka. Karena tidak ada yang bisa dilakukan, pelaku doom spending lebih fokus pada hal yang dapat dikendalikan termasuk membeli barang mewah.
Mengatasi Money Dysmorphia
Selain mengurangi waktu akses pada media sosial, Erin Lowry juga menyebut Sahabat untuk lebih banyak melakukan evaluasi terkait kondisi keuangan yang sebenarnya. Erin juga menyebut Sahabat untuk tidak hanya fokus pada tujuan menjadi kaya tetapi juga harus fokus pada membuat timeline yang realistis dalam mencapai tujuan keuangan.
Money Dysmorphia dalam hal yang sewajarnya sebenarnya merupakan langkah yang tepat. Namun, sebut Lowry, sikap tersebut harus disertai dengan pemahaman mengenai situasi keuangan. Sahabat juga bisa berkonsultasi dengan mentor di bidang keuangan, ataupun perencana keuangan profesional yang akan memberikan lebih banyak nasehat profesional di bidang keuangan.
Sahabat, Anda dapat menikmati BCA Wealth Advisory, layanan oleh Wealth Specialist BCA dalam hal pemberian saran pengelolaan kekayaan atau menghubungi PIC Relationship BCA. Sahabat juga dapat menikmati privilege BCA Solitaire & Prioritas khusus di berbagai cabang BCA. Informasi lengkap pada tautan berikut:
https://prioritas.bca.co.id/en/Privilege/BCA-Privilege/layanan-khusus-di-cabang-bca