Hilirisasi Komoditas Tak Cukup, RI Butuh Industrialisasi Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

(13/12/2024), Di tengah ketidakpastian ekonomi, Indonesia butuh mesin pertumbuhan ekonomi baru dengan mengandalkan teknologi dan inovasi. Hilirisasi komoditas dipastikan tidak cukup untuk mengejar target Indonesia Emas 2045.
  • Bila pemerintah tidak hati-hati dalam kebijakannya, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi RI hanya mencapai 3%.
  • Indonesia membutuhkan 3-3,5 juta lapangan kerja baru untuk menyerap angkatan kerja setiap tahunnya.

Kondisi dunia bukan menjadi tempat yang aman. Hal itu karena dampak bencana alam, geopolitik, dan perang yang dapat dilihat setiap hari sehingga membuat kondisi ekonomi penuh ketidakpastian.

Berbagai permasalahan terjadi seperti konflik timur tengah yang seharusnya membuat harga minyak dunia naik, tetapi tidak terjadi akibat Rusia yang melakukan penjualan minyak di pasar gelap. Selain itu, ada juga hal yang harus diperhatikan oleh dunia dalam jangka panjang yaitu kompetisi ekonomi Amerika Serikat dengan Tiongkok.

Kompetisi AS dan Tiongkok

Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Raden Pardede, mengungkapkan, konflik AS dan Tiongkok bisa berlangsung lama seperti antara Sparta yang ditantang Athena. Peperangan tersebut bisa berlangsung 30-40 tahun lamanya.

Menurut Raden, negara adikuasa dan existing seperti AS tentunya tidak akan mengalah terhadap Tiongkok. Dengan begitu, diperkirakan akan banyak mempengaruhi nilai mata uang dunia (currency), perang teknologi, hingga perang perdagangan.

“Kini Trump terpilih sebagai Presiden AS, dipastikan akan menaikkan tarif impor (harganya akan dinaikkan yang ditujukan pada Tiongkok). Dampaknya akan besar bagi Impor ke Indonesia,” jelas Raden dalam acara BCA Economic Research Forum, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta.

Tantangan Domestik RI

Melihat situasi tersebut, Raden memperingatkan Indonesia bahwa saat ini situasi domestik tidak baik-baik saja. Daya beli relatif lemah dan terjadi penyusutan kelas menengah yang menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Indonesia juga mengalami penurunan penciptaan lapangan kerja produktif, ditambah budget pemerintah untuk mengkompensasi penurunan tersebut akan terbatas. Kondisi ini tidak seperti 2020 lalu yang bisa melewati defisit APBN di atas 3% terhadap PDB.

“Kelas menengah itu engine of growth, mesin penggerak utama. Tanpa ini membesar, akan sulit ekonomi kita (Indonesia). Produktivitas harus naik dan kelas menengah harus tumbuh agar konsumsi tumbuh. Dia akan mendorong keluarnya investasi serta ciptakan lapangan kerja,” tegasnya.

Hilirisasi Komoditas Terbatas

Solusi agar kelas menengah dapat tumbuh kembali dengan cepat, menurut Raden, adalah mendorong kembali pertumbuhan sektor industri manufaktur. Indonesia membutuhkan 3-3,5 juta lapangan kerja baru untuk menyerap angkatan kerja yang hadir setiap tahunnya.

Bila hal tersebut terjadi, langkah pemerintah mendorong hilirisasi komoditas dipastikan kurang tepat. Sebab, sektor tersebut tidak menghasilkan penciptaan lapangan kerja yang besar dan tidak cukup memutar ekonomi dalam lima tahun mendatang.

“Hilirisasi feronikel tidak cukup, kita butuh 3-3,5 juta pembukaan lapangan kerja baru per tahun. Ditambah, sektor manufaktur juga menurun dan Indonesia kalah dari Vietnam serta Malaysia,” ujar Raden.

Butuh Mesin Pertumbuhan Baru

Raden berharap arah kebijakan pemerintah baru dari Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran bisa lebih jelas. Indonesia butuh mesin pertumbuhan baru dengan dukungan teknologi dan inovasi agar berkelanjutan.

Selain itu, menurut Raden, pemerintah perlu belajar dari masa lalu yang pernah sukses mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% yaitu pada 1986-1997. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh didorong oleh boom manufaktur dan ekspor.

“Kita (Indonesia) harus selalu siap dengan risiko terburuk. Sekarang growth Indonesia sekitar 5%. Bila pemerintah tidak hati-hati, bukan tidak mungkin bisa hanya tumbuh 3 persen. Perlu institusi kuat, stabilitas politik dan masyarakat harus harmonis,” tegas Raden.

Nasabah BCA Solitaire dan Prioritas, ingin tahu lebih lanjut fundamental ekonomi Indonesia dan kondisi ekonomi dunia, Anda dapat mengakses House View Report yang di update setiap bulan.

Informasi lebih lanjut cek tautan berikut :

https://prioritas.bca.co.id/en/Wealth-Management/Market-Insight/House-View-Report

Rekomendasi Berita