Tren ekonomi dunia masih dibayangi pemulihan pasca COVID-19, pelambatan ekonomi, hingga dampak geopolitik. Situasi tersebut membuat dunia dalam kondisi penuh ketidakpastian, sehingga pelaku usaha perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan untuk keberlanjutan bisnis.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), Haryanto T. Budiman dalam acara BCA Economic Research Forum, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta mengatakan ekonomi dunia ke depan akan menghadapi tantangan baru usai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat.
Muncul Kabut dan Ketidakpastian Baru
Menurut Haryanto, kemenangan Trump kembali sebagai Presiden AS dan kemenangan Partai Republik di Kongres AS akan menimbulkan kabut dan membawa sejumlah ketidakpastian baru. Hal itu terlihat dari beberapa program yang dijanjikannya saat kampanye akan berdampak ke ekonomi dan akan dikerjakan dalam waktu dekat.
Program itu antara lain, mengenakan tarif sebesar 10% untuk semua impor dan tarif 60% untuk semua barang impor asal Tiongkok. Lalu, tax insentif untuk pengusaha yang akan investasi dan kembali bangun pabrik di AS, serta kebijakan imigrasi ketat.
“Kalau pengenaan cost tariff dampak yang pertama dilakukan Tiongkok adalah devaluasi yuan. Kalau itu terjadi mata uang lain akan terdampak khususnya pada negara emerging market, dan itu sesuatu yang perlu dilihat dampaknya,” kata Haryanto.
Selain itu, dengan naiknya tarif bea impor dari China akan berdampak pada kenaikan harga ke konsumen 1,40% - 5,10% lebih tinggi. Kemudian, kebijakan imigrasi yang ketat juga berdampak pada ketatnya pasar tenaga kerja, sehingga mendorong upah naik dan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi.
Ekonomi AS Stabil
Meski demikian, Haryanto mengungkapkan saat ini ekonomi AS masih tumbuh dengan baik. Pada kuartal III-2024 tumbuh sebesar 2,8%, yang diikuti dengan tingkat pengangguran sebesar 4,1%. AS bisa disebut tidak mengalami resesi.
Hanya saja, saat ini AS menghadapi kenaikan inflasi oleh sektor jasa yang cukup membandel. “Inflasi AS kembali naik lagi bukan karena sektor energi dan barang, tapi sektor jasa yang tidak mau turun, dan itu tidak sensitif terhadap suku bunga,” jelasnya.
Selain itu, Haryanto juga menyoroti besarnya utang bank sentral AS Federal Reserve yang hingga 26 November 2024 mencapai USD36,11 triliun, dan defisit fiskal 2024 menuju 6,3% atau sekitar USD1,83 triliun.
Besarnya utang AS tersebut terbagi menjadi lima hal besar, yaitu:
Trump Trade
Haryanto mengungkapkan, meski kondisi AS saat ini perlu kehati-hatian, tapi ada beberapa hal yang menguntungkan dari pergantian kepemimpinan di AS. Pertama, kenaikan saham perbankan bahkan mencapai double digit.
“Kenaikan terdampak dari rencana Trump yang akan melakukan deregulasi sektor keuangan agar bank bisa tumbuh lebih baik,” jelas Haryanto.
Kedua, saham teknologi yang diuntungkan seperti Tesla, karena Elon Musk menjadi tim kampanye Trump. Ketiga, saham-saham kecil dan menengah yang ikut diuntungkan, dan keempat Bitcoin yang terimbas isu Trump.
Nasabah BCA Solitaire dan Prioritas, jika tertarik untuk mengembangkan kekayaan dan investasi, manfaatkan layanan investasi bisnis untuk pengusaha. Anda dapat melakukan diversifikasi investasi dengan harga kompetitif untuk mengamankan keuangan.
Informasi lengkap cek tautan di bawah ini:
https://www.bca.co.id/id/bisnis/produk/investasi-bisnis