Menghadapi dinamika ekonomi tahun 2025, Indonesia berada di tengah gelombang besar seperti ketidakpastian geopolitik, perlambatan pertumbuhan, dan perubahan kebijakan moneter. Meski begitu, peluang tetap terbuka lebar bagi sektor-sektor tertentu yang mampu berselancar dan memanfaatkan momentum.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan dunia dalam situasi penuh ketidakpastian, ibarat gelombang di pantai bisa naik dan turun dengan hebat. Namun, tantangan selalu bisa dijawab oleh para pebisnis untuk mencari peluang mendapatkan keuntungan.
Menurut Jahja, pelaku usaha harus bisa membaca kondisi ekonomi atau market dan lebih siap dalam situasi yang tidak stabil. Setiap gejolak atau masalah sebenarnya adalah kesempatan bagi pebisnis. Untuk itu, pelaku usaha harus paham fundamental dan apa saja perkiraan ekonomi ke depan.
“Dalam bisnis sama kayak surfing (berselancar), kalau sudah jatuh dia tahu arah gelombang sehingga bisa berenang ke darat, dan dia berenang lagi ke tengah mencari gelombang lain untuk dimanfaatkan. Jadi pelaku usaha harus tahu ke mana arah suku bunga, dan kondisi ekonomi makro dalam negeri,” jelas Jahja dalam acara BCA Economic Research Forum, di Hotel Mulia, Senayan.
Pahami Situasi Politik dan Gejolak Dunia
Jahja menambahkan, dalam memahami kondisi ekonomi tentu saja tidak bisa bicara hanya moneter saja, melainkan ada komponen lainnya seperti gejolak politik dan kondisi situasional dunia, apalagi Indonesia tidak bisa hidup sendiri dan harus berdampingan.
“Ketika Rusia berperang dengan Ukraina yang jarak terbangnya 14 jam jauh sekali, di sana yang perang kita yang terkena masalahnya, bahan bakar minyak naik, batubara naik sebagian happy bagi penjualnya tapi yang memanfaatkan jadi mahal,” ujarnya.
Komisaris Independen BCA, Raden Pardede menyoroti melemahnya daya beli masyarakat dan menyusutnya kelas menengah Indonesia yang dapat mempengaruhi pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ditambah penciptaan lapangan kerja produktif yang menurun dan budget pemerintah yang terbatas.
Butuh Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru
Untuk itu, kata Raden, arah kebijakan pemerintah harus diperjelas karena dengan kelas menengah yang menyusut, perlu mesin pertumbuhan ekonomi baru sebagai penggeraknya, sehingga konsumsi tetap tumbuh dan ekonomi tidak mengalami stagnasi.
Selain itu, Raden mengungkapkan langkah hilirisasi komoditas feronikel dinilai tidak cukup memutar ekonomi Indonesia, karena menghasilkan penciptaan lapangan kerja yang terbatas. Untuk itu, Ia menyarankan pemerintah melakukan perluasan hilirisasi yang tidak bertumpu pada komoditas saja, melainkan membangkitkan industri.
Ada Katalis dari Pemerintah Baru
Di tengah ketidakpastian ekonomi nasional, ada sejumlah peluang yang bisa diambil pelaku usaha mendapatkan keuntungan. Raden mengungkapkan peluang itu mengambil celah dari sejumlah kebijakan pemerintah Prabowo-Gibran. Seperti:
1. Jasa Pendidikan
Pemerintah akan menerapkan program makan bergizi gratis, di mana jika berhasil akan membuat anak-anak di Indonesia lebih pintar. Untuk memenuhi kebutuhan program membutuhkan produsen pangan, sehingga bisa menjadi peluang usaha baru.
2. Jasa Kesehatan
Dengan kenaikan anggaran kesehatan untuk pelayanan kesehatan gratis, akan banyak memberikan dampak baik terhadap perusahaan penyedia layanan kesehatan, seperti rumah sakit dan farmasi.
3. Pertanian
Pertanian akan sangat berpeluang untuk tumbuh karena program ketahanan pangan yang dilakukan Prabowo-Gibran, di mana akan dibangun food estate.
4. Energi
Sektor energi juga menjadi program utama untuk ketahanan energi yang ditargetkan tercapai 4-5 tahun ke depan.
5. Program 3 juta rumah
Program ini diperkirakan memiliki daya dorong ekonomi yang cukup besar, karena sektor perumahan dapat memberikan efek lanjutan kepada 180 komponen lainnya.