Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi nasional, kemampuan perusahaan untuk bertahan dan berkembang tidak hanya ditentukan kekuatan finansial tetapi juga soliditas tim.
Salah satu tantangan krusial yang kerap luput dari perhatian adalah efektivitas kolaborasi lintas generasi. Gen Z hingga baby boomers yang berada dalam satu lingkungan kerja memiliki perbedaan cara pikir, gaya komunikasi, dan pendekatan kerja yang dapat menjadi sumber kekuatan atau justru pemicu konflik jika tidak dikelola dengan baik.
Kolaborasi Lintas Generasi Sering Diabaikan Perusahaan
Mengutip survei yang dilakukan oleh St. Gallen Symposium dan Boston Consulting Group, tim lintas generasi sering diabaikan oleh pemimpin perusahaan dan manajemen. Situasi itu dapat terlihat dari tingkat kepemimpinan perusahaan yang mirip jabatan politik dan sangat condong ke generasi yang lebih tua.
Selain itu, OECD juga mengidentifikasi diskriminasi berdasarkan usia sebagai bentuk diskriminasi di tempat kerja yang paling umum. Hasilnya, lebih dari separuh karyawan memiliki konflik yang berasal dari kurangnya pemahaman antargenerasi, 58% Gen Z dan 45% baby boomer merasakan hal tersebut.
Tanda-tanda Ganti Strategi Kolaborasi
Memperbarui strategi kolaborasi lintas generasi menjadi langkah penting bagi perusahaan yang ingin tetap lincah di tengah “badai” ekonomi. Dikutip dari Talcura.com, berikut lima tanda bahwa strategi kolaborasi lintas generasi di perusahaan perlu diperbarui:
1. Kesenjangan Komunikasi Antar Generasi
Komunikasi adalah fondasi utama kolaborasi. Namun, gaya komunikasi bisa sangat berbeda antargenerasi. Tanda-tanda seperti sering miskomunikasi, salah tafsir, atau pesan yang tidak tersampaikan dengan baik merupakan sinyal pendekatan komunikasi perlu disesuaikan. Solusinya adalah memberikan pelatihan komunikasi lintas generasi dan menggunakan platform komunikasi fleksibel sesuai preferensi setiap kelompok usia.
2. Ketimpangan Penguasaan Teknologi
Teknologi semestinya menjadi penghubung tetapi bisa menjadi pemisah. Perbedaan tingkat kenyamanan dalam penggunaan teknologi bisa memicu ketidakseimbangan tim. Program pelatihan digital yang berkelanjutan serta mentoring dua arah antara generasi muda dan senior menjadi kunci untuk mengatasi tantangan.
3. Resistensi terhadap Perubahan
Sebagian anggota tim mungkin sangat terbuka terhadap inovasi, sementara yang lain merasa ragu karena perubahan dianggap mengganggu kebiasaan yang sudah mapan. Jika terdapat perbedaan mencolok dalam respons terhadap kebijakan atau inisiatif baru, strategi perubahan organisasi perlu ditinjau ulang.
4. Perbedaan Pandangan terhadap Etos Kerja
Setiap generasi memiliki pandangan yang berbeda terkait jam kerja, gaya kepemimpinan, hingga keseimbangan hidup dan kerja. Jika perbedaan ini tidak dikelola dengan baik, muncul ketegangan dalam tim. Dialog terbuka, program mentorship, serta evaluasi ulang kebijakan organisasi menjadi solusi menyelaraskan ekspektasi dan membangun saling pengertian.
5. Kurangnya Inisiatif Inklusivitas Antar Generasi
Jika program keberagaman dan inklusivitas hanya menyentuh permukaan, perasaan terisolasi muncul terutama di antara kelompok usia tertentu. Mengatasi hal ini, penting melibatkan berbagai generasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program inklusivitas.
Nasabah BCA Solitaire dan Prioritas, bagaimana program kolaborasi lintas generasi di perusahaan Anda? Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan berbagai generasi?
Mengetahui kebutuhan dan keinginan profesional generasi muda khususnya generasi-Z, Anda dapat update di BYC Apps. Anda juga dapat mengakses berbagai informasi terkini terkait bisnis, keuangan, dan gaya hidup serta event eksklusif di website prioritas.