Dulu Bankir, Kini Juragan Underwear: Gevin Susanto Ubah Brand Lokal Jadi Primadona Marketplace

(6/8/25), Gevin Susanto mengubah brand lokal dengan mengambil kesempatan dari meningkatnya penjualan secara online selama masa pandemi. Ia juga memastikan selain barang yang dijual bagus, branding harus kuat dan relevan.

Jakarta, 6 Agustus 2025

  • Gevin mengubah nama brand Youhave mengacu pada kemudahan pencarian pada mesin pencarian di dunia digital.
  • Tantangan awal dalam pengembangan brand Youhave adalah ketidakterkenalan merek itu sendiri.

Siapa sangka seorang mantan bankir andal ternyata juga bisa sukses membesarkan sebuah brand pakaian bahkan di tengah pandemi? Itulah kisah Gevin Susanto, sosok di balik transformasi digital brand @kokobeha, sebuah brand yang dulunya dikenal sebagai you’ve, kini dikenal luas sebagai Youhave. Youhave adalah bisnis pakaian dalam wanita yang dikelola keluarganya.

Sebagai generasi kedua, Gevin berperan penting sebagai pionir yang mengubah wajah bisnis konvensional menjadi brand digital yang menjanjikan. “Saya bukan pendiri, tapi saya yang mulai transformasi digitalnya saat pandemi,” ujar Gevin.

Melihat peluang besar di dunia online, Gevin membangun kehadiran brand dari nol, mulai dari distribusi online, marketplace, hingga strategi komunikasi dan branding. Pada tahun pertamanya, Youhave mencetak pertumbuhan hingga 1.000% di kanal digital.

“Kami sadar, produk bagus saja tidak cukup, branding juga harus kuat dan relevan,” tambahnya.

Rebranding Nama Brand

Ia menceritakan, salah satu langkah krusial kesuksesannya adalah keputusan untuk me-rebranding nama brand. Awalnya, brand pakaian dalam wanita tersebut menggunakan nama you’ve. Namun brand ini menyulitkan pencarian online dan membingungkan pelafalan di pasar Indonesia.

“Orang bingung bacanya, kadang ‘youhave’, kadang malah nggak ketemu di search engine,” jelasnya. Maka, diputuskan dengan nama baru Youhave yang lebih sederhana, jelas, dan mudah diucapkan.

Gevin adalah generasi kedua dari pemilik usaha tersebut. Meski lahir dari keluarga bisnis, ia mengaku tidak mendapat banyak bimbingan dari orang tua yang kurang akrab dengan teknologi.

“Mereka (orang tua) generasi yang tidak terbiasa dengan teknologi. Saya mulai dari nol, follower hanya ratusan, omzet di bawah Rp5 juta per bulan,” kenangnya. Meski penuh dilema, keputusan berani ini membuahkan hasil. Kini, Youhave memiliki tim digital 40 orang dan hampir 100 staf untuk operasional dan gudang.

Dalam membangun brand, tantangan besar datang dari ketidaktahuan konsumen terhadap merek. Sebelumnya, kata Gevin, Youhave banyak melakukan white labeling untuk berbagai pihak lain sehingga publik tak mengenal nama brand-nya.

“Kami tidak fokus ke brand sendiri. Tapi di masa pandemi, saya melihat peluang besar di online, dan belum banyak brand underwear yang benar-benar kuat secara digital,” kata Gevin.

Kini, dengan eksekusi branding yang kuat, positioning Youhave menonjol sebagai brand value for money. “Kita nggak bikin produk mahal, tapi ukurannya konsisten dan kualitasnya dijaga. Karena ini underwear, harus benar-benar nyaman dan bisa dipakai,” ujarnya.

Selain itu, dalam dunia fashion yang sangat cepat berubah dan mudah ditiru, Gevin mengungkapkan bahwa strategi Youhave adalah terus berinovasi agar tidak tertinggal dan selalu meng-update produk baru ke pelanggan.

Fokus Jadi Konten Kreator

Selain membangun brand, Gevin juga mulai dikenal sebagai konten kreator. Dalam tiga bulan, akun media sosial pribadinya mencatat impresi hingga 13 juta per bulan dan jumlah pengikut melonjak signifikan.

“Target jangka pendek saya ingin jadi influencer,” ungkapnya.

Meski sempat malu memasarkan produk pakaian dalam, kini ia menjadikannya sebagai bagian dari personal branding yang membedakan dirinya.

Gevin juga mengapresiasi peran BCA Young Community (BYC) dalam perjalanan bisnisnya. “BYC itu punya jaringan yang terfilter, saya bisa diskusi bisnis, ikut pelatihan, dan memperluas network. Dukungan dari BCA juga memperkuat sisi finansial secara personal,” katanya.

Bagi Gevin, kerja keras harus selalu disertai kalkulasi yang matang. Namun, ia percaya bahwa peluang harus segera dieksekusi. “Motto saya: kerja harus terukur dan dikalkulasikan. Tapi kalau ada kesempatan, jangan tunggu terlalu lama. Kerjakan.”

Rekomendasi Berita