Minat terhadap pasar modal Indonesia terus menunjukkan tren positif. Data terbaru Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga 14 April 2025 menyebutkan, ada 12 perusahaan resmi mencatatkan sahamnya melalui penawaran umum perdana (IPO). Di samping itu, ada 32 perusahaan lain yang berada dalam daftar tunggu atau pipeline IPO tahun ini.
Besarnya minat perusahaan tersebut menandakan peluang investasi bagi investor ritel maupun institusi. Fenomena ini kerap memicu antusiasme investor baru atau existing untuk segera terjun ke pasar saham demi meraih potensi keuntungan dari saham-saham perdana.
Sebelum menjadi investor saham, baik yang sudah lama melantai di BEI maupun IPO, ada satu aspek penting yang tidak boleh diabaikan yaitu aturan pajak trading saham. Banyak investor hanya fokus pada cuan tanpa memahami setiap transaksi di pasar saham memiliki implikasi pajak.
Kinerja Pasar Saham RI
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pasar saham Indonesia atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per Mei 2025 tercatat menguat sebesar 6,04% secara bulanan atau month to date (mtd) ke level 7.175. Penguatan IHSG tersebut menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan regional.
IHSG pada bulan Mei 2025 juga tercatat meningkat sebesar 1,35% secara year to date (ytd) dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp12.420 triliun atau naik 6,11%. Dari sisi non residen, IHSG berhasil mencatatkan net buy sebesar Rp5,53 triliun mtd setelah mengalami net sell sejak Desember 2024. Secara ytd masih terdapat net sell sebesar Rp45,19 triliun.
Aturan Pajak Trading Saham
Dengan mengetahui peraturan pajak, investor yang ingin trading saham dapat menghitung potensi hasil investasi secara lebih akurat dan menghindari masalah perpajakan. Berikut ini beberapa aturan pajak yang perlu diketahui dikutip dari beberapa sumber:
1. Pajak Penjualan Saham (Final PPh 0,1%)
Setiap kali Anda menjual saham di BEI, Anda akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,1% dari nilai bruto transaksi penjualan. Artinya, pajak ini dikenakan langsung atas nilai penjualan saham, bukan dari keuntungan bersih.
2. Pajak atas Dividen (PPh Final 10%)
Jika perusahaan yang sahamnya Anda miliki membagikan dividen, hal tersebut akan dikenakan PPh Final sebesar 10%. Namun, berdasarkan PP No. 9 Tahun 2021, dividen dari dalam negeri bisa bebas pajak jika:
3. Pajak Khusus untuk Saham IPO (PPh Final 0,1% + Tambahan 0,5% jika pendiri jual saham)
Saham yang diperoleh dari penawaran umum perdana (IPO), aturan pajaknya sama seperti saham lainnya, yakni PPh Final 0,1% saat dijual di pasar.
Bila founder menjual sahamnya pada saat atau setelah IPO, mereka akan dikenakan tambahan PPh Final sebesar 0,5% dari nilai penjualan saham. Hal ini tidak berlaku bagi investor publik biasa.
4. Laporan Pajak dalam SPT Tahunan
Meskipun pajaknya dipotong final, Anda tetap wajib melaporkan aktivitas saham seperti nilai investasi, dividen, dan kode saham dalam SPT Tahunan, terutama jika:
5. Dokumen Pendukung Pajak Saham
Simpan dokumen-dokumen penting terkait transaksi saham untuk keperluan pelaporan atau pemeriksaan pajak, seperti:
Nasabah BCA Solitaire dan Prioritas, Anda tertarik untuk menjadi investor saham aktif dan melakukan trading saham? Update informasi mengenai kondisi perekonomian global, regional, serta nasional yang diperbarui rutin oleh Tim Wealth Management BCA melalui House View Report dan Weekly Market Overview.
Cek lengkapnya: